10 Tari Daerah Nusa Tenggara Barat

tari lenggo
Tari Lenggo adalah salah satu tarian khas NTB / sumber kikomunal-indonesia.dgip.go.id
5/5 - (1 vote)

Balaibahasajateng.web.id, 10 Tari Daerah Nusa Tenggara Barat – Seperti halnya Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah wilayah yang cantik alam budayanya. Dua pulau terbesar di provinsi ini, Lombok dan Sumbawa, keindahan alamnya juga dipercantik oleh kekhasan budaya suku-suku yang mendiaminya. Ragam seni bercitarasa tinggi tercipta mengiringi kesejarahan mereka.

Suku Sasak di Pulau Lombok dikenal kuat memegang tradisi nenek moyangnya. Dalam hal seni, pemudanya jago bertarung, pemudinya jago menenun. Gamelan Sasak adalah salah satu instrumen musiknya, sementara mereka juga suka menari. Banyak tarian tradisional Sasak, sebagian ada dalam daftar di bawah.

Demikian pula suku Dou Mbojo di wilayah Bima dan Dompu, juga suku Sumbawa yang mendiami bagian barat dan tengah Pulau Sumbawa. Kesenian hidup dan berkembang sebagai bagian dari budaya mereka. Tidak terkecuali seni tari yang sebagian tetap lestari hingga saat ini. Beberapa di antaranya dirangkum dalam artikel ini.

10 Tarian dari NTB

  1. Tari Buja Kadanda
  2. Tari Gandrung
  3. Tari Gendang Beleq
  4. Tari Lenggo
  5. Tari Nguri
  6. Tari Oncer
  7. Tari Peresean
  8. Tari Rudat
  9. Tari Sanggulu
  10. Tari Wura Bongi Monca

Tari Buja Kadanda

Tarian NTB pertama adalah Buja Kadanda, tarian prajurit asli Bima. Penggambaran dua prajurit yang sedang berperang. Dua orang membawakannya dengan berpakaian prajurit bersenjata tombak atau tongkat. Mereka menari dengan gerakan bela diri. Sehingga dibutuhkan keahlian khusus untuk menarikannya.

Tarian Buja Kadanda diawali dan diiringi oleh tabuhan musik. Gendang, Gong, Serunai dan Tawa-tawa adalah alat musik tradisional yang menjadi pengiringnya. Mengalun dalam dua irama yang berbeda. Bertempo cepat ketika mengiringi tarian, dan bertempo lambat saat mengawali dan mengakhiri tarian.

Tari Gandrung

Dalam perjalanan sejarah, kesenian Gandrung Banyuwangi melebar hingga ke Bali untuk kemudian tiba di Lombok. Di masa lalu, Bali dan Lombok Barat (Karangasem) merupakan kesatuan daerah kultural. Sehubungan dengan keberadaan Gandrung, tarian ini sudah populer sebelum kerajaan Lombok terakhir jatuh di tahun 1894.

Gandrung Banyuwangi menyebar ke Bali dan menyesuai dengan karakter lokalnya. Demikian pula Gandrung Bali yang ditarikan oleh penari laki-laki berbusana wanita, sempat bertahan di Lombok hingga 1930-an. Selanjutnya, penari Gandrung Lombok diganti wanita. Di tahun 1938, tarian ini sudah tersebar ke seantero Lombok.

Tari Gendang Beleq

Tarian NTB selanjutnya adalah Tarian Gendang Beleq. Gendang Beleq merujuk pada alat musik tradisional Suku Sasak yang dimainkan secara berkelompok dalam bentuk orkestra. Beleq dalam bahasa Sasak berarti besar, sehingga Gendang Beleq bisa dimaknai alat musik gendang berukuran besar.

Gendang Beleq dikatakan sebagai tarian, karena para pemain memainkan alat musik ini sambil menari. Penarinya biasanya 13-17 orang. Ada dua jenis Gendang Beleq, yakni mama (laki-laki) serta nina (perempuan) yang berfungsi sebagai pembawa dinamika. Selain itu, ada juga Gendang Kodeq berukuran kecil.

Alat musik lain yang menyertai pertunjukannya, di antaranya perembak beleq dan perembak kodeq sebagai alat ritmis, gong, serta dua buah reog (mama dan nina) untuk melodi. Di masa lalu orkestra gendang ini adalah penyemangat prajurit. Kini, lebih difungsikan untuk mengiringi acara adat Sasak.

Tari Lenggo

Kesenian dalam Istana Bima atau Asi Mbojo berkembang cukup pesat di masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin, sultan Bima yang kedua (1640-1682 M). Mpa’a adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seni tari. Mpa’a Lenggo adalah salah satu tarian klasik Kesultanan Bima yang bertahan hingga saat ini.

Mpa’a Lenggo ada dua macam, Lenggo Mone (Lenggo Melayu) dan Lenggo Siwe (Lenggo Mbojo). Lenggo Mone diperkenalkan di Istana Bima oleh para mubaligh dari Sumatera Barat. Oleh karena itu disebut juga Lenggo Melayu, sementara itu disebut Lenggo Mone karena ditarikan oleh penari pria. Mone berarti pria.

Tari Lenggo selanjutnya adalah Lenggo Siwe yang dikreasikan oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin dari Lenggo Melayu. Penarinya adalah Sampela Siwe (gadis) sehingga dinamakan Mpa’a Lenggo Siwe. Karena dikreasikan oleh sultan sebagai dou Mbojo, maka tarian ini pun dikenal juga dengan nama Mpa’a Lenggo Mbojo.

Tari Nguri

tari nguri berasal dari
Tari Nguri Sumbawa / IMG: kikomunal-indonesia.dgip.go.id

Di Tanah Samawa (Suku Sumbawa) yang dulu sempat dibangun kerajaan yang kemudian menjadi Kesultanan Sumbawa, juga memiliki ragam tari-tarian. Tari Nguri adalah salah satunya. Nguri berasal dari Guri yang berarti perkataan dan tingkah laku lemah lembut untuk menghibur raja yang sedang berduka.

Tarian Nusa Tenggara Barat ini berangkat dari ritual masyarakat kepada sang raja. Mereka datang ke istana membawa hasil bumi dan lain-lain, dengan tujuan meringankan beban hati rajanya. Tradisi itu kemudian dirupakan dalam bentuk tari. Diciptakan seorang penata tari bernama Mahmud di era 60-an.

Tari ini sempat mengalami beberapa pembaharuan. Kini, Tarian Nguri dimaknai sebagai simbol penghormatan, keterbukaan, serta keramah-tamahan masyarakat Sumbawa. Biasa ditarikan secara massal atau paling tidak 3 penari. Musik pengiringnya adalah Gong, Gendang, Rebana, Serunai, Palampong dan Satung Serek.

Tari Oncer

Tari Oncer adalah tarian daerah NTB khas Suku Sasak. Lahir di era 60-an sebagai karya dari Muhammad Tahir dari desa Puyung, Lombok Tengah. Sebuah tarian berkelompok yang dibagi menjadi 3 kelompok penari. Ada penari kenceng yang terdiri dari 6-8 penari pembawa kenceng. Dua penari gendang dan satu penari petuk.

Tarian ini terkait erat dengan kesenian Gendang Beleq karena di bagian akhir tarian ini ada penyajian Gendang Beleq yang dimainkan sambil menari. Tari Oncer terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menggambarkan peperangan. Bagian kedua dan ketiga lebih melukiskan kondisi usai peperangan.

Tari Peresean

Peresean adalah seni tradisi bertarung antara dua laki-laki Suku Sasak. Oleh masyarakat internasional, tradisi ini biasa disebut stick fighting karena dalam prakteknya para petarung bersenjatakan tongkat rotan, selain juga menggunakan perisai kulit kerbau yang keras dan tebal (ende).

Dalam sesi tarung, selain kedua petarung yang disebut pepadu, ada juga wasit pinggir yang disebut pakembar sedi serta wasit tengah yang disebut pakembar. Pepadu bertelanjang dada, hanya dibalut kain Sasak serta capuk (penutup kepala). Pepadu tidaklah ditunjuk, siapa saja bisa ikut, termasuk penontonnya.

Presean adalah seni tradisi yang termasuk dalam seni tari khas Lombok. Tradisi ini dulu digelar untuk melatih ketangkasan lelaki Sasak dalam mengusir para penjajah. Disebutkan juga, Presean adalah bentuk pelampiasan emosional para prajurit Lombok di masa lalu, setelah menang dalam perang melawan musuh.

Tari Rudat

Tari Rudat merupakan tarian tradisional NTB yang juga dari Suku Sasak Lombok. Rudat lebih mirip dengan pertunjukan pencak silat. Di dalamnya ada gerak memukul, menendang, memasang kuda-kuda, hingga menangkis. Dalam fungsinya, tarian ini dipertunjukkan sebagai penyambut tamu dan pengisi acara-acara formal daerah.

Rudat telah ada sejak abad ke-15. Terlahir sebagai perkembangan kesenian Turki bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Penarinya 13 orang berbusana mirip prajurit. Ada seorang komandan bermahkota memegang sebilah pedang. Alunan musik Melayu, rebana, mandolin, biola, dan jidor adalah pengiringnya.

Tari Sanggulu

Tarian NTB lainnya dari masyarakat Bima adalah Tari Sanggulu. Tarian massal yang bertemakan permainan rakyat. Penarinya adalah anak-anak perempuan yang mengenakan Tembe, kain tenun khas Bima. Musik pengiringnya dalah kendang dan rebana. Biasa ditampilkan pada acara hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Menggali Asal-Usul 10 Tarian Lampung: Sejarah dan Perkembangan yang Menarik

Tari Wura Bongi Monca

Masih dalam budaya Suku Bima ada tari bernama Wura Bongi Monca. Wura artinya Menabur, bongi adalah Beras dan Monca berarti Kuning. Jadi, ini adalah tarian Menabur Beras Kuning. Menabur beras kuning sering mewarnai hajatan adat Bima. Lambang kesejahteraan, kejayaan, serta ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sama halnya dengan Mpa’a Lenggo. Tari Wura Bongi Monca telah berkembang sejak masa kesultanan Abdul Khoir Sirajuddin. Penarinya adalah gadis-gadis ayu yang membawakan gerakan cenderung lemah gemulai sehingga menarik perhatian siapa saja untuk datang ke dana Mbojo atau Tanah Bima. Jumlah penari bisa 4-6 gadis.

Demikian informasi tentang 10 Tarian Tradisional asal Nusa Tenggara Barat. Semoga bisa menambah wawasan dan pengetahuan sobat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *