Kerajaan Samudra Pasai: Sejarah, Letak, masa Kejayaan, Keruntuhan, Silsilah dan Peninggalan

peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
5/5 - (1 vote)

Balaibahasajateng, Kerajaan Samudra Pasai: Sejarah, Letak, masa Kejayaan, Keruntuhan, Silsilah dan Peninggalan – Dulu, di daerah Lhokseumawe adan Aceh Utara, berdiri sebuah kerajaan Islam yang tertua dan pertama di Indonesia.

Kerajaan Samudra Pasai namanya.

Nah, jika kamu sedang memmempelajari sejarah perkembangan Islam di Indonesia, pati kamu pasti perlu membaca sejarah Kerajaan Samudra Pasai ini.

Berikut akan kami ulas sejarah Kerajaan Samudra Pasai yang pastinya dibahas secara lengkap dan mendalam hanya buat kamu.

So, check it out!

Table of Contents

  1. Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
  2. Letak Kerajaan Samudra Pasai
  3. Silsilah Kerajaan Samudra Pasai
  4. Masa Kejayaan Kerajaan Samudra Pasai
    1. Kehidupan Ekonomi (Perdagangan)
    2. Kehidupan Sosial dan Budaya
    3. Kehidupan Beragama dan Spiritual
    4. Kehidupan Politik
  5. Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai
  6. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
    1. Stempel Kerajaan Samudra Pasai
    2. Cakra Donya
    3. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
    4. Makam
    5. Dirham Emas

Sejarah Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai yang lokasinya berada dalam daerah administrasi Provisi Nagngroe Aceh darussalam merupakan kerajaan Islam yang pertama di Indonesia.

Dalam sejarahnya, Kerajaan Samudra Pasai ini didirikan oleh Meurah Silu tepat di tahun 1267 Masehi.

Berdirinya kerajaan Islam di Indonesia ini tidak lepas dari masuknya penetrasi Agama Islam yang berasal dari Arab lewat jalur perdagangan dan pelayaran.

Saat itu, saudagar-saudagar dari Arab, Mesir, Persia, dan beberapa wilayah timur tengah sembari berdagang dan berlayar, mereka juga aktif dalam dakwah persebaran Islam.

Apalagi saat itu Aceh merupakan pintu gerbang masuknya pedagang-pedagang asing menuju ke kepulauan Indonesia, sehingga proses Islamisasi ini berlangsung dengan lebih mudah.

Kedatangan Agama Islam ini ternyata disambut oleh penduduk setempat sehingga banyak yang memutuskan untuk masuk ke dalam Agama Islam.

Penerimaan Agama Islam ini juga semakin mudah karena sang raja, yakni Meurah Silu alias Sultan Malik As Saleh merupakan muslim yang taat kepada ajaran agama.

Keteladanan ini ternyata membawa dampak yang cukup pesat untuk penerimaan Agama Islam sebagai agama kerajaan.

Kerajaan Samudra Pasai awalnya juga disebut sebagai Kerajaan Samudra Darussalam.

Menurut sejarah, Kerajaan Samudra Pasai ini juga mencayumkan nama Nazimuddin Al Kamil sebagai salah satu penggagas berdirinya Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13.

Nazimuddin Al Kamil merupakan Laksamana Laut dari Dinasti Fathimiah di Mesir yang saat itu berhasil menaklukkan beberpa kerajaan Hindu dan Budha di Aceh.

Saat itu Nazimuddin Al Kamil mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai Pasai yang dinamakan Kerajaan Pasai pada tahun 1128 Masehi.

Di sisi lain, saat itu juga ada kerajaan lain yang dipimpin oleh Meurah Silu yakni Kerajaan Samudra.

Atas inisiatif Nazimuddi Al Kamil, selanjutnya kedua kerajaan ini bersatu menjadi Kerajaan Samudra Pasai.

Adapun mandat raja di Kerajaan Samudra Pasai diserahkan kepada Meurah Silu yang kemudian bergelar Sultan Malik As Saleh setelah beliau masuk Islam.

Saat itu Sultan Malik As Saleh memerintah Kerajaan Samudra Pasai dengan fokus membangun jalur pelayaran dan perdagangan.

Tak ayal kemudian Kerajaan Samudra Pasai menjelma menjadi kekuatan perdagangan terbesar di Sumatra dengan hasil bumi berupa lada yang menjadi komoditas utamanya.

Selain itu, Sultan Malik As Saleh juga sudah aktif memulai hubungan internasional dengan negara-negara sahabat sehingga saat itu Kerajaan Samudra Pasai ini memiliki sahabat dari Kerajaan Malaka hingga ke Kekaisaran Cina.

Hal ini diperkuat dengan penemuan stempel kerajaan yang disinyalir adalah milik Sultan Malik As Saleh sebagai sarana ia berkirim surat kepada negara-negara sahabat.

Kebijakan seperti ini memang lumrah dilakukan oleh seorang raja yang baru membangun pondasi kerajaan, di mana dia harus memperkuat pondasi dengan cara memperbanyak sahabat.

Ditambah lagi saat itu Kerajaan Samudra Pasai merupakan pusat pelayaran dan perdagangan di Sumatera dan pintu masuk ke kepulauan nusantara, sehingga Samudra Pasai mesti segera menguatkan eksistensinya di mata negera-negara sahabat.

Baca juga: Rumah Adat Sumatera Selatan

Letak Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai terletak di pesisir pantai utara Sumatera, lebih tepatnya berada di dekat Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Lebih tepatnya, Kerajaan Samudra Pasa terletak 15 kilometer ke arah timur dari Kota Lhokseumawe.

Posisi ini tidak lepas dari sejarah Kerajaan Samudra Pasai yang dulunya merupakan dua buah kerajaan yang kemudian bersatu, yakni Kerajaan Pasai yang berada di muara Sungai Pasai dan Kerajaan Samudra.

Keberadaan Kerajaan Samudra Pasai di Lhouksmawe ini dibuktikan dengan ditemukannya komplek makam raja yang berada di puing reruntuhan istana di Kota Lhokseumawe.

Pada masa itu wiayah kekuasaaan Kerajaan Samudra pasai meliputi seluruh wilayah Aceh.

Kerajaan Samudra Pasai beribu kota di Pasai.

Sekarang, Kota Pasai ini sudah tidak ada tanda-tanda bekasnya.

Namun, diduga Kota Pasai ini terletak di sekitar Negeri Blang Me sekarang.
Menurut

Kerajaan Samudra Pasai berbatasan dengan Kerajaan Pirada dan Negeri Batak.

Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai memang tidak terlepas dari letak geografisnya yang tersentuh pelayaran dan perdagangan internasional di Selat Malaka.

Silsilah Kerajaan Samudra Pasai

Berdasarkan data arkeologi yang ditemukan, Kerajaan Samudra Pasai didirkan Meurah Silu yang kemudian bergelar Sultan Malik As Saleh setelah masuk Islam.

Adapun ke-Islam-an Sultan Malik As Saleh ini adalah berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail.

Sultan Malik As Saleh memerintah Kerajaan Samudra Pasai selama 29 tahun, mulai dari 1297-1326 Masehi.

Sultan Malik As Saleh saat itu menikah dengan putri dari raja Kerajaan Perlak, yakni Ganggang Sari.

Dari pernikahan ini, kemudian lahirlah Sultan Malik Za Zahir I yang berhasil membawa sejarah keemasan bagi Kerajaan Samudra Pasai.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik Az Zahir I Kerajaan Samudra Pasai menjelma menjadi pusat pedagangan terbesar di Pulau Sumatera.

Pada masa pemerintahannya pula mulai dikenalkan koin Dirham sebagai alat pembayaran yang sah di lingkungan kerajaan.

Setelah Sultan Malik Az Zahir I wafat, maka tonggak kepemimpinan selanjutnya dilanjutkan oleh anaknya, Sultan Mahmud I.

Tapi kepemimpinan Sultan Mahmud I ini tidak berlangsung lama, yang kemudian digantikan anaknya, yakni Sultan Malik Az Zahir II.

Pada masa pemerintahannya inilah Kerajaan Samudra Pasai kedatang seorang musafir Maroko yang mahsyur namanya, yakni Ibnu Batuthah, yang benyak menulis catatan perjalan tentang eksistensi Kerajaan Samudra Pasai.

Bahkan, ketika ia sedang di Cina, ia juga melihat kapal Kerajaan Samudra Pasai sedang berada di Cina.

Kerajaan Samudra Pasai ini riawyatnya berlangsung selama 3 abad, yakni sejak abad ke-13 hingga 15 Masehi.

Sejarah Kerajaan Samudra Pasai ditutup oleh pemerintahan Sultan Zainal Abidin, yang keruntuhannya disebabkan adanya konflik internal keluarga dan akibat serangan dari pasukan Portugis.

Adapun raja-raja Samudra Pasai dalam rentang wkatu tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Sultan Malik As Saleh memerintah dari tahun 1267 hingga 1297.
  2. Sultan Muhammad Malikul Az Zahir memerintah dari tahun 1297 hingga 1326.
  3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir memerintah dari tahun 1326 hingga 1345.
  4. Sultan Malik Az-Zahir memerintah dari tahun 1345 hingga 1346.
  5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir memerintah dari tahun 1346 hingga 1383
  6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az Zahir memerintah dari tahun 1383 hingga 1405.
  7. Sultan Shalahuddin memerintah dari tahun 1405 hingga 1412
  8. Sultanah Nahrasiyah atau Sultanah Nahrisyyah memerintah dari tahun 1420 hingga 1428.
  9. Sultan Abu Zaid Malik memerintah dari tahun 1455.
  10. Sultan Mahmud Malik Az Zahir memerintah dari tahun 1455 hingga 1477.
  11. Sultan Zainal Abidin memerintah dari tahun 1477 hingga 1500.
  12. Sultan Abdullah Malik Az Zahir memerintah dari tahun 1501 hingga 1513.
  13. Sultan Zainal Abidin memerintah dari tahun 1513 hingga 1524.

Masa Kejayaan Kerajaan Samudra Pasai

Sebagai sebuah kerajaan yang terletak pada jalur perdagangan dan pelayaran, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kejayaan di berbagai sektor, khususnya sektor ekonomi.

Meski demikian, akibat adanya banyak hubungan yang dilakukan dengan saudagar-saudagar asing, ternyata secara tidak sengaja terjadi infiltrasi kebudayaan, agama, dan sistem politik di dalam Kerajaan Samudra Pasai.

Infiltrasi ini justru membuat Kerajaan Samudra Pasai berkembang semakin pesat.

Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang masa-masa jayanya Kerajaan Samudra Pasai dilihat dari sudut pandang ekonomi, sosial budaya,politik, dan agama.

Kehidupan Ekonomi (Perdagangan)

Ditinjau dari letak geografisnya, Kerajaan Samudra Pasai berada pada posisi pintu gerbang masuk ke kepulauan Indonesia.

Dengan begitu, semua jalur perdagangan dari Cina, Arab, dan India akan melewati jalur ini.

Selain ekonominya yang berkembang dari jalur pelayaran, Kerajaan Samudra Pasai juga mengembangkan ekonomi dari jalur perdagangan.

Saat itu masyarakat Kerajaan Samudra Pasai sudah mengenal alat jual beli untuk pembayaran yang dikenal dengan nama Deureuham atau Dirham.

Boleh dibilang penggunaan mata uang sebagai alat pembayaran ini adalah bukti sistem perdagangan di Samudra Pasai sudah maju.

Dalam bidang perdagangan, lada adalah hasil bumi unggulan masyarakat Samudra Pasai untuk dijual kepada pedagang asing.

Selain lada, petani di Samudra Pasai umumnya juga bercocok tanam tanaman padi untuk memenuhi keutuhan sehari-hari.

Biasanya dalam setahun, padi ini bisa panen sebanyak dua kali.

Dalam bidang peternakan, masyarakat Samudra Pasai banyak mengembangkan peternakan sapi perah yang hasilnya diolah menjadi susu dan keju.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Sebagai sebuah kerajaan yang besar, Kerajaan Samudra Pasai berhasil mengembangkan karya tulis yang bisa dibilang sebagai sebuah kemajuan di masa itu.

Di saat kerajaan-kerajaan lain berkutat pada pembangunan-pembangunan prasasti, Kerajaan Samudra Pasai sudah sampai pada level pembuatan karya tulis.

Ini tidak lepas dari kemampuan masyarakat setempat dalam hal baca-tulis.

Saat itu masyarakat Samudra Pasai menggunakan huruf Arab yang dibawa bersama persebaran Agama Islam untuk menulis hasil karya mereka.

Uniknya, karya ini ditulis memakai huruf Arab tetapi bahasanya adalah Bahasa Melayu.

Model penulisan seperti ini selanjutnya dikenal sebagai Bahasa Jawi dan hurufnya disebut sebagai huruf Arab Jawi.

Salah satu karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai.

Pada bagian pembukaan krya tulis Hikayat Raja Pasai ini disinyalir ditulis di tahun 1936 Masehi.

Adanya karya tulis semacam ini menandakan berkembangnya ilmu sastra melayu klasik di kepulauan nusantara.

Selain berkembangnya ilmu sastra, Samudra Pasai juga sudah memulai sejarah berkembangnya ilmu tasawuf dalam usaha memperdalam ilmu keagamaan.

Salah satu karya Kerajaan Samudra Pasai yang masih bisa ditemui saat ini dalam hal karya tasawuf adalah buku yang berjudul Durru al-Manzum, yang ditulis oleh Maulana Abu Ishak dalam bahasa Melayu.

Kehidupan Beragama dan Spiritual

Syariat Islam begitu dipegang teguh oleh Sultan Kerajaan Samudra Pasai.

Saat itu pemahaman yang berkembang dalam kepercayaan masyarakat Kerajaan Samudra Pasai adalah Madzhab Syafi’i.

Kehidupan beragama yang begitu kental ini makin terasa karena lahirnya ahli-ahli teologi Islam dari berbagai bidang.

Hal ini ikut berpengaruh besar terhadap keputusan masyarakat Samudra Pasai yang awalnya adalah non-muslim untuk berbondong-bondong masuk Agama Islam.

Apalagi Sultan Samudra Pasai dikenal begitu teguh mengamalkan ajaran Islam secara Kaffah sehingga rakyat pun ikut dan setia mengikuti agama sang raja.

Perkembangan Islam di Samudra Pasai ini bisa dibilang berkembang dengan pesat dan banyak dipeluk oleh masyarakat setempat.

Kehidupan Politik

Kerajaan Samudra Pasai awalnya dipimpin oleh seorang sultan yang bernama Sultan Malik As Saleh.

Menurut berita yang dibawa dari Cina, pada awal abad ke-13, atau lebih tepatnya pada tahun 1282 Masehi, Sultan Malik As Saleh sudah mengirim duta-duta kerajaan ke berbagai negara, seperti Quilon, India, dan Cina.

Duta-duta Kerajaan Samudra Pasai tersebut di antaranya adalah Husein dan Sulaiman.

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Samudra Pasai sudah sangat berkembang sejak tahun 1282 Masehi dengan cara membuka hubungan baik dengan negara sahabat.

Setelah Sultan Malik As Saleh wafat, tonggak kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Sultan Muhammad Malik Az Zahir.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Az Zahir inilah Kerajaan Samudra Pasai mengalami masa kejayaan.

Sultan Malik Az Zahir saat itu juga berhasil menyatukan Kerajaan Peurlak dan Kerajaan Samudra Pasai.

Sebagai sebuah kerajaan yang besar, Kerajaan Samudra Pasai ini juga sudah memilik sistem tata negara dalam pemerintahannya.

Di antaranya adalah penggunaan istilah menteri, syahbandar, dan kadi dalam menugaskan pejabat pemerintahannya.

Anak-anak sultan juga diberi gelar Tun, pun begitu dengan para petinggi kerajaan.

Menurut catatan Ibnu Bathutah saat ia datang ke Samudra Pasai tahun 1346 Masehi, Islam sudah ada di wilayah kerajaan kurang lebih selama 1 abad lamanya.

Selain itu, dalam catatannya ia menyebutkan bahwa masyarakat Samudra Pasai merupakan masyarakat yang saleh, rendah hati, dan memiliki semangat keagamaan.

Menurutnya, saat itu Samudra Pasai menjalankan syariat Agama Islam berdasarkan Madzhab Syafi’i.

Berakhirnya riwayat Kerjaan Samudra Pasai ditandai dengan datangnya Portugis yang berkuasa selama 3 tahun lamanya.

Selain itu, karena lemahnya internal kerajaanlah yang menjadi sebab kenapa Samudra Pasai jatuh.

Pada masa akhir sejarah Kerajaan Samudra Pasai banya serangan yang diterimanya, di antaranya dari Kerajaan Aceh Darussalam, Majapahit, dan Kerajaan Melayu.

Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai

Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai terjadi pada abad ke-15 Masehi.

Saat itu, Kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Zainal Abidin, yang nantinya menjadi raja terkahir dari kerajaan Samudra Pasai ini.

Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai terjadi karena beberapa faktor internal dan faktor eksternal.

Adapun faktor internal dan faktor eksternal itu adalah sebagai berikut.

Faktor Internal

Tepat di tahun 1513 Masehi tonggak kepemimpinan Kerajaan Samudra Pasai dilanjutkan oleh Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik At Tahir.

Menurut berita dari Cina, pada masa abad ke-15 ini kondisi internal Kerajaan Samudra Pasai kaca balau.

Pada masa akhir riwayat Kerajaan Samudra Pasai, sering terjadi pertikaian antar anggota keluarga kerajaan.

Tak ayal, kondisi ini membuat suasana kerajaan berjalan tidak harmonis.

Kekuasaan dan jabatan yang ada kerap jadi rebutan anggota keluarga.

Perang saudara pun tak bisa dihindari.

Pemberontakan yang dimotori anggota keluarga juga kerap terjadi.

Untuk meredan perang saudara dan pemberontakan ini, raja Samudra Pasai pun sampai meminta bala bantuan kepada raja Malaka untuk membantu meredamnya.

Tapi urung bantuan ini sampai terjadi, Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis duluan pada tahun 1511 Masehi.

Kondisi buruk ini semakin membuat internal Kerajaan Samudra Pasai semakin melemah.

Memang, sebelumnya pun ketika Kerajaan Malaka berdiri, hal ini sudah membuat pamor Kerajaan Samudra Pasai meredup.

Setelah runtuhnya Kerajaan Samudra Pasai ini, berkembang Kerajaan Aceh dengan sejarah barunya.

Faktor Eksternal

Seiring jatuhnya Kerajaan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 Masehi, sistem kekuatan pertahanan Kerajaan Samudra Pasai semakin lemah.

Kesempatan ini tentu tak dilewatkan begitu saja oleh pasukan Portugis guna menambah luas daerah kekuasaannya.

Tepat 10 tahun pasca jatuhnya Kerajaan Malaka dalam genggaman Portugis, Kerajaan Samudea Pasai pun ikut jatuh dalam serangan Portugis yang dilancarkan tahun 1521 Masehi.

Meski hancur lebur, ternyata puing-puing Kerajaan Samudra Pasai masih hidup hingga tahun 1524 Masehi.

Dalam perkembangan selanjutnya untuk mempertahankan hidup, akhirnya Kerajaan Samudra Pasai memilih melebur ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh.

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Pajajaran, Sejarah, Silsilah Raja dan Letak

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Smudera Pasai mempunyai banyak peninggalah sejarah, utamanya ditemukan di sekitar wilayah Kota Lhokseumawe adn Aceh Utara.

Kerajaan yang didirikan oleh Meurah Silu, yang kemudian bergelar Sultan Malik As Saleh setelah masuk Islam, memulai sejarah perjalanan panjangnya sejak tahun 1267 Masehi.

Sejarah ini akhirnya putus di masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin akibat adanya serangan pasukan Portugis pada tahun 1521 Masehi.

Berikut adalah beberapa peninggalan bersejarah yang ditemukan sebagai bukti arkeologi eksistensi Kerajaan Samudra Pasai.

Stempel Kerajaan Samudra Pasai

Stempel Kerajaan Samudra Pasai ini ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudra, Kabupaten Aceh Utara.

Saat ditemukan, gagang pada stempel ini kondisinya sudah patah.

Diperkirakan, stempel berukuran 2×1 sentimeter ini dibuat dari bahan material seperti tanduk hewan tertentu.

Menurut hasil penelitian Tim Peneliti Sejarah Kerajaan Islam, setempel ini diduga merupakan milik sultan kedua Kerajaan Samudra Pasai, yakni Sultan Muhammad Malik Az Zahir.

Stempel kerajaa ini juga diduga dipakai secara turun-temurun hingga masa kepemimpinan Sultan Zainal Abidni yang merupakan raja terakhir Kerajaan Samudra Pasai.

Dengan ditemukannya stempel kerajaan ini, dapat disimpulkan bahwa pada masanya Kerjaan Samudra Pasai banyak berkirim surat ke berbagai negeri untuk menguatkan hubungan internasional.

Cakra Donya

Cakra Donya merupakan sebuah lonceng raksasa yang tingginya mencapai 125 sentimeter dan lebar 75 sentimeter.

Kata “cakra” memiliki makna poros kereta, lambang-lambang Wishnu, matahari atau cakrawala.

Sedangkan kata “donya” maknanya adalah dunia.

Lonceng Cakra Donya ini bentuknya berupa mahkota besi dengan stupa di atasnya.

Disinyalir Cakra Donya ini dibuat di Cina lebih dari 600 tahun yang lalu, yakni tahun 1409 Masehi.

Karena memang lonceng Cakra Donya ini adalah hadiah dari kaisar Cina kepada Sultan Samudra Pasai saat itu.

Gaya arsitektur Lonceng Cakra Donya ini cukup apik dilihat karena bagian luarnya ada hiasan-hiasan dan simbol berbentuk huruf Arab dan Cina.

Aksara Arab tersebut kini sudah tidak bisa dibaca lagi karena kondisinya yang termakan usia.

Sementara, aksara Cina yang ada dalam lonceng Cakra Donya tersebut bertuliskan “Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo” yang artinya “Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5”.

Ketika pasukan Sultan Ali Mughayat Syah berhasil mengalahkan kekuatan portugis, lonceng Cakra Donya ini dipindahkan ke wilayah Banda Aceh.

Dengan adanya hadian dari kekaisaran Cina ini menunjukkan hubungan yang baik antara Kerajaan Samudra Pasai dan kekaisaran Cina, utamanya dalam hal perdagangan.

Karena memang banyak saudagar-saudagar Cina yang melakukan pelayaran dan berdagang masuk ke kepulauan nusantara lewat pintu gerbang Kerajaan Samudra Pasai.

Baca juga: Kerajaan Singasari: Sejarah, Silsilah dan Peninggalan

Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Naskah berusia 500 tahun lebih berhasil ditemukan untuk menunjukkan eksistensi Kerajaan Samudra Pasai.

Naskah surat ini merupakan naskah surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Samudra Pasai.

Surat ini ditulis oleh Sultan Zainal Abidin pada tahun 923 Hijriyah atau tahun 1518 Masehi sebelum beliau meninggal dunia.

Adapun surat ini ditulis ditujukan kepada Kapitan Moran yang saat itu bertindak sebagai wakil Raja Portugis di India.

Isi surat ini menggambarkan kondisi Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-15 Masehi.

Surat yang ditulis memakai Bahasa Arab ini juga menjelaskan tentang keadaan sulit yang dialami Kerajaan Samudra Pasai apsca kekalahan Kerajaan Malaka pada tahun 1511 Masehi di tangan Bangsa Portugis.

Sultan Zainal Abidin juga turut mencantumkan nama-nama kerajaan sahabat di dalam surat ini, seperti Negeri Mulaqat (Malaka) dan Fariyaman (Pariaman).

Penemuan naskah ini menunjukkan bukti kuatnya ilmu baca-tulis yang dimiliki Kerajaan Samudra Pasai sat itu sekaligus menasbihkan kuatnya tata kelola kerajaan dalam hal surat-menyurat dan membina hubungan internasional.

Makam

Makam raja Kerajaan Samudra Pasai merupakan salah satu penginggalan yang saat ini menjadi situs sejarah bagi perkembangan Agama Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

Makam raja Kerajaan Samudra Pasai ini ditemukan di antara reruntuhan pusat bangunan Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudra, jika dari Lhokseumawe sekitar 17 kilometer ke arah timur.

Di antara makam-makam tersebut, terdapat makam Sultan Malik As Saleh yang merupakan sultan pertama dari Kerajaan Samudra Pasai.

Makam ini berdampingan dengan makam Sultan Maulana Az Zahir.

Nampak batu nisan keduanya dituliskan nama dengan huruf Arab.

Nisan milik Sultan Malik As Saleh berupa sepasang nisan yang berbentuk pipih segi empat dengan sayap di bagian atasnya dan dilengkapi mahkota.

Selain nama Sultan Malik As Saleh, pada nisan makam ini juga dituliskan nasehat kematin memakai Bahasa Arab, yang artinya “Sesungguhnya dunia ini fana, duia ini tidak kekal. Sungguh, dunia ibarat (rumah) sarang yang ditenun oleh laba-laba. Cukup sudah bagimu dunia ini wahai pencari makan. Hidup (umur) hanya sekejap, siapapun akan mati”.

Dirham Emas

Dirham atau koin emas merupakan penginggalan yang berharga dair Kerajaan Samudra Pasai.

Karena hal ini menunjukkan aktifitas eknomi yang sudah maju pada zamannya, di mana kegiatan perdagangan bukan lagi memakai sistem barter, melainkan memakai alat pembayaran yang dinamakan Dirham.

Dirham yang dipakai di Kerajaan Samudra Pasai ini tidak memakai kertas, melainkan koim emas yang kemurniannya mencapai 70% emas murni 18 karat tanpa campuran bahan kimia kertas.

Untuk 30%-nya lagi, komposisi koin Dirham ini berisi campuran perak dan tembaga.

Koin Dirham Samudra Pasai dicetak dalam dua jenis, yakni koin Dirham senilai 1 Dirham dan 0,5 Dirham.

Koin Dirham ini dicetak dengan diameter 10 milimeter atau 1 sentimeter, degan berat 0,6 gram setiap koinnya.

Di kedua sisi koin Dirham ini tertulis nama-nama sultan kerajaan yang ditulis dengan huruf Arab.

Pada satu sisi, koin Dirham emas itu tertuliskan nama Muhammad Malik Az Zahir, sementara di sisi satunya lagi tertulis nama Al Sultan Al Adil.

Koin ini banyak digunakan untuk berbagai transaksi jual-beli di daerah setempat, utamanya jual-beli tanah.

Kemajuan budaya jual beli memakai mata uang Dirham ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah Sumatera, bahkan hingga ke semenanjung Malaka saat Kerajaan Samudra Pasai ikut melebut menyatu dengan Kesultanan Aceh pada tahun 1524 Masehi.

***

Baca juga: Kerajaan Demak: Sejarah, Letak, Peninggalan, Silsilah, Pendiri dan masa Kejayaan

Nah, itulah sejarah lengkap Kerajaan Samudra Pasai yang diulas dari masa awal beridirinya, silsilah raj-rajanya, kisah puncak kejayaannya, sampai dengan kisah keruntuhan dan barang-barang peninggalan Kerajaan Samudra Pasai.

Jika kamu ada informasi lain terkait keberadaan Kerajaan Samudra Pasai ini, silakan menuliskannya di dalam kolom komentar di bawah ini.

Semoga ulasan ini bisa menambah khasanah keilmuan tentang sejarah kerajaan dan sejarah nasional bangsa Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *